Rabu, 24 September 2014

JALAN HIDUP YANG BERSIFAT ISTIQAMAH ADALAH JALAN YANG DIRIDHAI ALLAH SWT

Oleh: Alm. Prof. DR. H. Tgk. Muhibbuddin Muhammad Waly
           
Pedoman dan gambaran global mengenai jalan ini adalah firman Allah SWT dalam kitab suci Al-Qur’an surat 72 Al-Jin ayat 16-17, Makkiyyah:
Èq©9r&ur (#qßJ»s)tFó$# n?tã Ïps)ƒÌ©Ü9$# Nßg»oYøs)óV{ ¹ä!$¨B $]%yxî ÇÊÏÈ ÷LàioYÏGøÿuZÏj9 ÏmŠÏù 4 `tBur óÚ̍÷èム`tã ̍ø.ÏŒ ¾ÏmÎn/u çmõ3è=ó¡o $\/#xtã #Yyè|¹ ÇÊÐÈ
“Dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak). Untuk kami beri cobaan kepada mereka padanya. Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam azab yang amat berat.” (Q.S. 72 Al-Jin: 16).
            Pengertian ayat di atas adalah sebagai berikut:
Bahwa agama Islam penuh dengan nilai-nilai keselamatan dunia akhirat. Nilai-nilai keselamatan ini diantaranya sebagai berikut:
1.    Jalan yang bersifat lahiriah yang mesti dipercayai dan diamalkan. Jalan ini dikenal dengan syari’at Islam, dimana ia berpedoman atas kitab suci Al-Qur’an yang dijelaskan melalui sabda Rasulullah SAW, perbuatan Baginda, penyaksian Baginda yang menggambarkan pembenaran dari Baginda atau ketidaksetujuan Baginda pada sesuatu yang merupakan perkataan manusia atau perbuatannya atau akhlaknya.
Di samping itu pula hal yang berkenaan dengan sentuhan hati dari umat manusia adakala bersifat vertical dari makhluk kepada Sang Khaliq, adakala bersifat horizontal, yang ini berkaitan dengan sesama manusia.
Hal-hal yang tersebut di atas ditindaklanjuti oleh para sahabat-sahabat Baginda Nabi dan umatnya yang mampu memahaminya karena ada pada mereka alat-alat berupa ilmu pengetahuan yang mencukupi dari segala bidang; yang dengan ilmu pengetahuan tersebut mereka dapat memperluas nilai-nilai keislaman. Dalam seluruh permasalahan yang berkaitan dengan dunia, khususnya dalam bidang keagamaan. Mereka adalah daripada ulama yang memperluas nilai-nilai syari’at Islam. Hasil-hasil dari karya mereka diistilahkan dengan Fiqh Islam, dan ketika terdapat perbedaan pemahaman antara mereka, dapat diartikan sebagai bentuk perbedaan yang benar, melihat kepada maksud untuk lebih meluasnya kajian dalam lapangan Syari’at Islam.  
Setelah disebutkan dengan Fiqh Islam yang tidak terpisah dari berbagai mazhab yang mu’tabar, seperti empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi’ie dan Hanbali. Madzhab inilah yang telah disepakati oleh agama Islam dan umat Islam, dimana tidak boleh keluar dari madzhab tersebut kecuali pada hal-hal yang diluar madzhab empat dan pada hakikatnya tidak bertentangan dengan empat madzhab itu atau dengan sebagiannya.
2.    Jalan yang bersifat aqidah atau dogma, jalan ini adalah pokok utama dari semua nilai-nilai Islam. Jalan ini disebut dengan jalan tauhid yakni kepercayaan hati kita, yang tidak lapuk karena hujan dan tidak lekang karena panas. Itulah hakikat dari semua penyampaian nilai-nilai yang berharga untuk keselamatan hidup manusia dunia akhirat. Yang pokok-pokoknya terdapat dalam kitab suci Al-Qur’an, Hadits dan Sunnah Rasulullah SAW. Nilai-nilai kaidah dari pada jalan ini telah dirumuskan oleh para imam-imam besar, seperti Abu Hasan Al-Anshari dan Abu Mansur Al-Maturidi. Dan nilai-nilai kaidah daripada jalan ini merupakan nilai-nilai yang begitu penting dan sangat utama bagi diri pribadi umat Islam secara keseluruhan.
Ketahuilah bahwa kaidah-kaidah atau nilai-nilai pokok utama yang bersifat global itu dasarnya adalah sunnah Rasulullah SAW, dan sunnah para sahabat Baginda berdasarkan sabda Baginda yang artinya: “Wajib atas kalian semua (hai ummatku) atas jalanku dan jalan para sahabatku.”
Maka istilah tentang ini disebutkan dengan istilah Ahlussunnah wal Jama’ah, yang tidak boleh diperselisihkan oleh umatnya. Dan apabila mereka berbeda paham akan hal ini, maka paham-paham yang di luar aqidah tersebut adalah sesat dan menyesatkan. Maka kita wajib mempelajari ilmu tauhid semampunya kita, baik yang bersifat ketuhanan atau kenabian-kerasulan atau semua Nabi dan Rasul, khususnya Rasul terakhir yakni Baginda Nabi kita Muhammad SAW.
Apabila semua nilai di atas kita pahami berarti telah benarlah jalan hidup kita yang dipimpin dengan jalan keagamaan yang benar baik bersifat aqidah maupun bersifat syari’ah.
Kita umat Islam hendaknya mengamalkan syari’at Islam dan aqidah islamiyah, dan apabila kita mengamalkannya maka kita akan memperoleh rahmat Allah yang diturunkan-Nya dari pada nilai-nilai yang telah tertulis dan ditetapkan dalam kandungan firman Allah pada ayat yang tersebut sebelumnya. Kelanjutan dari padanya adalah nilai-nilai yang makmur dalam hidup kita khususnya yang bersifat fisik, tidak terlepas dari pada sentuhan air bersih yang diturunkan dari langit ke bumi dan tersimpan di dalamnya, kemudian menetap serta mengalir kemana-mana.
Apabila umat manusia itiqamah sedemikian rupa sebagaimana seperti tuntunan Allah yang disampaikan oleh para ulama syari’at dan thariqat, Insya Allah mereka akan selamat dari pada berbagai malapetaka yang merupakan cobaan Allah untuk menguji apakah kita benar-benar berjalan pada jalan istiqamah pada semua perintah-Nya yang diperintahkan-Nya dan menjauhkan larangan-larangan Allah yang telah dilarang oleh-Nya. Akan tetapi apabila kita berpaling dfari segala yang diingatkan Allah kepada kita, maka dapat mengganggu keimanan kita, sehingga batin kita rusak, hingga dapat mengganggu keislaman kita, hingga terganggulah tauhid kita dan hubungan sesama kita umat islam. Dimana segala perbuatan kita, tekad kita, dan cita-cita kita berdasarkan atas Islam dalam syariatnya dan keimanannya.
Apakah kita umat Islam Indonesia dan khususnya Melayu Raya, dan lebih khususnya lagi kita selaku umat Aceh ini sudah mulai mengarah kepada jalan yang benar, syariat Islam dan aqidah Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, baik lahir maupun batin? Apabila hal keadaan ini tidak terniat sedikitpun dalam hati kita dan tidak ada tergerak sama sekali untuk melangkah dengan perbuatan, ketahuilah dan yakinlah apabila keadaan ini tidak ada perhatian kita segala apa yang ada ini berupa rahmat dan nikmat-Nya ditarik kembali oleh Allah SWT. Maka mari kita bersatu tekad untuk kembali pada jalan yang benar, jalan syariat islam dan aqidah Islamiyah, dimana jalan ini telah dilalui dan telah menjadi satu ketetapan sejak zaman dahulu kala, sebagaimana yang telah dirintis oleh para ulama Aceh dan raja-rajanya seperti tertera dalam sebuah kalimat petuah lama: “Adat bak po teumeuruhom, hukom bak syiah kuala”.

Semoga Allah melindungi kita semua dan senantiasa mengingatkan kita dan menyadarkan kita agar kita cepat kembali kepada jalan yang benar dan diridhai Allah SWT. “Attatibukum musthatimah, aqidatun syari’atan wataqafasan; aqidah syari’at dan budaya. ” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar