Jumat, 26 September 2014

WAZHIFAH ABUYA MUDA WALY AL-KHALIDY DARUSSALAM LABUHAN HAJI





MUQADDIMAH

Lahirnya wazhifah Abuya yang amat mulia ini ke dalam sebuah bentuk tulisan berasal dari permintaan adinda Prof. DR. H. Muhibbuddin Waly (anak Abuya sendiri). Alhamdulillah saya terima permintaannya dengan menulis wazhifah-wazhifah yang dimaksud, sepanjang yang saya ketahui dan saya melihat selama saya mendampingi Abuyadi Darussalam Labuhan Haji.
Saya menyadari bahwa wazhifah Abuya yang saya uraikan ini hanyalah sebahagiannya saja, sedangkan wazhifah lathifah yang lengkap dan sempurna yang ada pada diri pribadi Abuya yang mulia tidak mungkin dapat diliputi keseluruhannya oleh sebuah pena yang pendek lagi kecil dan tintanya yang sedikit sserta waktunya yang terbatas pula.
Semoga dengan adanya tulisan tentang wazhifah Abuya ini dapat kiranya dimanfaatkan oleh murid-murid Abuya pada umumnya dan oleh anak cucu Abuya pada khususnya, apalagi anak cucu yang tidak pernah bermuwajjahah (bertatap muka) dengan Abuya.
Jika uraian ini sejalan dengan apa yang dimaksud, maka saya mengucapkan alhamdulillah dan jika tidak, saya ucapkan astaghfirullah.
Akhirnya saya menghimbau, marilah kita semua mengikuti jejak langkah Abuya sesuai dengan kemampuan yang ada pada diri kita masing-masing. Insya Allah.


                                                                                    Medan, 25 November 1997
                                                                                    Wassalam bil ma’af


                                                                                    H. Syihabuddin Syah
                                                                                          Tgk. Keumala



WAZHIFAH ABUYA MUDA WALY AL-KHALIDY


HARI AHAD
Setelah fajar terbit Abuya sudah berada di mushallanya yang terletak dalam Baitut Ta’lif untuk mempersiapkan diri menghadapi shalat subuh.
Setelah masuk waktu beliau melaksanakan shalat berjamaah dengan murid-murid laki-laki dan perempuan yang memang sudah menunggu sebelumnya.
Sesudah shalat subuh dan wirid yang biasa dilakukan dan do’anya, dengan demikian jamaah yang mengikuti Abuya menuju kepada kegiatannya masing-masing, sedangkan Abuya masih tetap duduk di mushallanya menghadap kiblat.

WIRID ABUYA
Di sinilah Abuya mulai berwirid khusus yang mengandung do’a dan munajat, tasbih, ...,taqdis, tahmid, tahlil dan takbir. Selain itu dirangkaikan pula dengan bermacam-macam bentuk bacaan shalawat kepada Baginda Rasulullah SAW. Dan dalam wirid ini Abuya juga merangkaikan dengan berbagai Hizbul Aulia, antara hizbun nashar, hizbun bahar (ash shazhili), hiznun nawawi, hizbul al ustaz al bayyumi, al jaljalud dan hizbun lainnya. Abuyamengucapkan zikir, do’a dan munajat ini dengan suara sirriyah dan jahriyah yang memilukan hati bagi orang mukmin yang mendengarkannya. Abuya mengucapkan semua zikir diikuti oleh seluruh anggota tubuhnya ikut bergerak seirama dengan suaranya, dan sesuai dengan makna do’a dan maksud munajat yang diucapkan, yang menyangkut dengan kasih sayang serta rahmat Allah dan yang menyangkut dengan amarah serta siksa Allah kepada orang kafir dan maksiat kepada-Nya. Menurut kebiasaan yang telah kami perhatikan, setiap harinya Abuya mengakhiri wiridnya dengan do’a pada jam sepuluh siang.  

BUSTANUL MUHAQQIQIN
Setelah selesai berwirid Abuyamempersiapkan diri dengan sarapan pagi dan mengenakan pakaian sebagai guru besar untuk menuju ruangan bustan (ruangan Abuya mengajar) yang diiringi oleh beberapa orang khadam. Sesampainya Abuya di pintu ruangan, semua murid yang menunggu dalam ruangan[1] berdiri pada tempatnya masing-masing sehingga Abuya duduk di atas kursinya, lalu satu demi satu murid menjabat tangan Abuya dan kembali di tempatnya. Perlu diketahui bahwa kitab-kitab pelajaran yang akan diajarkan oleh Abuya sudah tersedia di atas meja Abuya, yang terdiri dari:
  1. Kitab Tuhfatul Muhtaj (Al Fiqh)
  2. Kitab Jam’ul Jawami (Ushulul fiqh)
  3. Kitab Suruh Talkhish (Al Ma’ani)
  4. Kitab Asy Syamsiah (Mantiq)
  5. Kitab Hikam Ibnu Athaillah (At Tauhid wat Tashawwuf)
Dengan penuh khidmat Abuya mulai mengajar dengan bertanya halaman kitab yang akan Abuya ajarkan dan kalimat dimulai bacaannya.

ABUYA MULAI MENGAJAR
Abuyamengajar dengan dua metode, yaitu :
a.       Abuyamembaca dan menjelaskan seperlunya, kemudian Abuya meminta kepada murid-muridnya untuk mempersoalkan (i’tiradl) atas masalah yang sedang dibicarakan.
b.      Murid yang membacakan serta menjelaskannya, kemudian diminta kepada murid-murid yang lain meng-i’tiradl-kannya atas masalah yang telah dibacakan itu termasuk Abuya sendiri.
Akhir i’tiradl semua masalah tersebut, Abuya sendiri yang menyatakan cukup. Cara Abuya mengajarkan demikian, khusus pada kitab Tuhfatul Muhtaj, sedangkan kitab-kitab yang lain Abuya baca sendiri dan memberikan penjelasannya yang cukup.
Demikianlah majlis ta’lim yang dipimpin Abuya mulai jam 10.00 s/d jam 1.00 siang.
Bustan ditutup, Abuya diantarkan kembali ke baitut ta’lif untuk melaksanakan sembahyang zhuhur berjamaah.
ABUYA ISTIRAHAT
Seusai shalat zhuhur Abuya makan siang pada hidangan yang telah disediakan di baitut ta’lif, kemudian Abuya berbaring dalam keadaan santai. Pada saat istirahat inilah saya dan Tgk. Abdul Aziz Samalanga mengambil kesempatan untuk memohon keterangan dan penjelasan tentang masalah yang musykil kami rasakan, seraya kami menunjukkan kepada Abuya kitab Al Mahli, lalu Abuya memberikan penjelasan yang cukup memuaskan. Pada saat kami melihat Abuya dalam keadaan ayung-ayungan kami memohon diri untuk menuju ke bilik kami sendiri dan Abuya tidur.
Menjelang shalat ashar Abuya bangun dari istirahatnya mengasuh diri untuk melaksanakan shalat ashar di baitul ta’lif. Usai shalat ashar serta wirid dan do’anya, Abuya keluar ke Raudlah Riyahin, sebuah kebun bunga yang terletak tidak jauh dari baitut ta’lif, sebelah selatan dari menara dan menara ini berdiri di sebelah selatan makam Abusyik Salim (ayah Abuya sendiri).
Raudlah yang dimaksud berukuran 3 x 4 meter persegi yang ditanami sekelilingnya bunga-bunga laping, para tamu yang ingin bertemu dengan Abuya dapat langsung menemui beliau di Raudlah ini (waktu bertamu siang hari). Beberapa saat kemudian Abuya bangun untuk meninjau darun ditentukan, seraya diiringi oleh beberapa orang khadam, panglima dan tamu-tamu. Dalam peninjauan in Abuya memberikan petunjuk kepada penghuni darun yang beliau tinjau tentang ketertiban, kebersihan, keamanan dan perbaikan lainnya, akhirnya Abuya dan pengikutnya kembali ke raudlah. Seterusnya di raudlah ini Abuya mengajar kitab-kitab kecil kepada murid-murid kelas I atau kelas II  untuk mendapatkan berkat melalui Abuya, sambil menantikan waktu shalat mahgrib beliau berdialog dengan para tamu tentang masalah-masalah agama.

SHALAT MAGHRIB (MALAM SENIN)
Shalat maghrib berjamaah beserta do’anya jamaah kembali ke tempatnya masing-masing dan Abuyameneruskan wiridnya sebagaimana biasa sampai waktu shalat Isya. Dan seterusnya setelah selesai shalat isya Abuyaduduk di baitut ta’lif yang biasanya sudah ada jamaah tamu yang dekat maupun yang jauh untuk menanyakan masalah-masalah agama, terutama sekali mengenai amal thariqat, yang demikian itu berakhir sampai jam 12.00 malam. Selanjutnya Abuyameninggalkan baitut ta’lif menuju ke rumah Ummi yang telah ditentukan bahagiannya. Dan demikianlah wazhifah Abuyasampai kepada waktu shalat subuh hari senin (wazhifah Abuya1 x 24 jam).

HARI SENIN
Wazhifah Abuya dimulai dengan shalat subuh berjamaah, kemudian berwirid sampai dengan jam 9.00, selanjutnya beliau mengasuh, kemudian Abuya bersiap-siap untuk menuju ruangan bustanul muaqqiqin. Dan Abuya mengajar sebagaimana biasa sampai dengan jam 1.00 siang. Kemudian beliau kembali ke baitut ta’lif untuk melaksanakan shalat zhuhur berjamaah. Pada saat inilah Abuya mengasuh dan istirahat sampai masuk pada waktu shalat ashar. Setelah selesai upacara shalat ashar beliau meninjau darun sebagaimana biasa bila dianggap dan berakhir ke raudlah, di sinilah Abuya beristirahat dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada beliau, dibaringi soal jawab tentang agama dan mengajar anak-anak yang sebelumnya telah menunggu Abuya. Keadaan demikian berlalu sampai menjelang shalat maghrib.

SHALAT MAGHRIB (MALAM SELASA)
Selesai shalat maghrib dan wirid-wiridnya, Abuya istirahat beberapa saat, selanjutnya beliau memberi ijazah thariqat naqsyabandi kepada murid laki-laki, baik yang tinggal di Darussalam maupun yang datang dari luar Darussalam, hal ini berjalan sampai waktu shalat isya. Seusai shalat isya Abuya langsung memberikan ceramah yang menyangkut dengan soal thariqat dan tawajjuh serta dikaitkan dengan amalan suluk. Dan ada juga ia memberikan ceramah dari khalifah-khalifah yang telah Abuya tentukan termasuk saya (Tgk. Keumala). Dalam acara ini juga diadakan soal jawab yang menyangkut dengan soal thariqat dan lain-lain. Yang demikian berlalu sekurang-kurangnya sampai jam 12.00 malam. Dan selanjutnya Abuya meninggalkan majlis menuju ke rumah Ummi yang telah ditetapkan untuk beristirahat sampai menjelang waktu shalat subuh.
SHALAT SUBUH (HARI SELASA)
Wazhifah Abuya pada pagi hari selasa sampai menjelang waktu maghrib berjalan sebagaimana wazhifah pada hari senin meskipun di sana-sini terdapat perbedaan yang tidak diperhitungkan.

SHALAT MAGHRIB (MALAM RABU)
Wazhifah Abuya pada malam rabu, juga tidak berbeda dengan wazhifah Abuya pada malam selasa kecuali pemberian ijazah thariqat kepada murid-murid perempuan, baik yang tinggal di Darussalam maupun yang tinggal di luar. Selesai acara tersebut Abuya meninggalkan ruangan menuju rumah ummi yang telah ditentukan untuk istirahat.

SHALAT SUBUH (HARI RABU)
Wazhifah Abuya pada hari rabu sejak pagi hari sampai menjelang subuh hari kamis bersamaan dengan wazhifah hari selasa, kecuali pemberian yang dikhususkan pada malam selasa dan malam rabu.

SHALAT SUBUH (HARI KAMIS)
Wazhifah Abuya pada hari kamis sejak selesai shalat subuh sampai dengan selesai mengajar di Bustanul Muhaqqiqin dan shalat zhuhur berjamaah, sama dengan wazhifah sebelumnya. Selesai shalat zhuhur beliau beristirahat dan bersiap-siap meninggalkan Darussalam untuk menuju kampung pauh labuhan haji tempat letaknya rumah kediaman ummi pauh ibunda tgk. H. Amran Waly. Keberangkatan Abuya ini dari Darussalam menuju kampung pauh diantarkan oleh beberapa orang pengasuh dan panglima. Kirannya perlu diketahui jarak antara daarussalam dengan kampung pauh kurang lebih 3 kilometer. Abuyatiba dikampung pauh menjelang shalat ashar dan beliau shalat berjamaah.
SHALAT ASHAR (HARI KAMIS)
Seusai shalat ashar biasanya Abuyamemberi ceramah kepada murid-muridnya yang telah hadir menunggu Abuya sebelumnya. Ceramah dan petunjuk-petunjuk ini berlalu sampai menjelang pada waktu shalat maghrib.                
SHALAT MAGHRIB (MALAM JUM’AT)
Setelah shalat maghrib dan wirid seperlunya Abuya istirahat sampai menjelang shalat isya. Selanjutnya seusai shalat isya Abuya memberikan penjelasan tentang thariqat dan memberikan jawaban kepada murid-murid yang bertanya, waktu soal jawab ini berjalan dengan penuh khidmat dan merasa kepuasaan semua pihak, sehingga berakhir pada jam 11.00 atau lebih. Selanjutnya Abuya istirahat.

SHALAT SHUBUH (HARI JUM’AT)
Sebagaimana biaya Abuya melaksanakan shalat shubuh dan wirid-wiridnya berakhir sampai dengan jam 10.00 siang. Lalu Abuya mengasuh dan bersiap-siap untuk menghadiri upacan ra shalat jum’at di masjid kampung pauh. Setibanya Abuya bersama rombongan di masjid, dengan penuh tawadhu’ Abuya memasuki masjid dan muazzin mulai mengumandangkan azan pertama. Setelah azan Abuya dan jamaah melaksanakan dua rakaat shalat sunat qabliyah.

ABUYABERKHUTBAH
Setelah Abuya naik mimbar dan memberi salam lalu beliau duduk, kemudian azan kedua dimulai dan setelah azan kedua selesai Abuya bangun menyampaikan khutbahnya.
Kaifiat khutbahnya: mula-mula Abuya menyampaikan serangkaian nasehat dan petunjuk agama pada masalah yang dihadapi oleh masyarakat muslimin dengan bahasa Indonesia. Kemudian baru Abuya memulai membaca khutbah yang pertama dengan bahasa Arab penuh, tanpa campuran dengan bahasa lain. Lalu Abuya duduk antara dua khutbah dan selanjutnya beliau bangun untuk membaca khutbah yang kedua hingga selesai.

SHALAT JUM’AT
Abuya mengimami jamaah jum’at sebagaimana yang ma’ruf dilakukan oleh kaum ahlussunnah wal jamaah. Setelah selesai upacara shalat jum’at dilakukan Abuya dan rombongan kembali ke tumah kediamannya di kampung Pauh dan makan siang bersama. Kami rasa perlu dicatat kaifiyat Abuya makan. Setelah selesai hidangan makan dihidangkan penulis melihat piring makanan yang disediakan di hadapan Abuya lebih besar dari piring makanan yang lain dan di atas makanan itu telah dibubuhi lauk pauknya. Lalu para hadirin dipersilahkan untuk memulainya. Penulis memperhatikan dengan sungguh-sungguh kaifiyat Abuya makan. Ia memulai dengan bismillah lalu memegang makanan yang tersedia di hadapannya, sesuap dua Abuya memulai makan berceritalah ia tentang keramat para sahabat dan rahmat Tuhan kepada auliya-auliya-Nya sambil beliau menyuapkan makanan ke mulutnya dengan suapan kecil. Demikianlah santapan makanan berjalan jamaah mendengarkan cerita Abuya sambil menyuapkan makanan seperlunya.
Sedangkan Abuya asyik bercerita dan tidak pernah menghadap ke piring makanan yang ada di hadapannya seakan-akan kita melihat makanan yang ia makan itu bukan untuk kenyang akan tetapi sekedar menghilangkan lapar saja. Pada saat Abuya melihat jamaah sekelilingnya sudah merasa puas dengan makanan di hadapannya lalu Abuya membasuh tangannya dan diikuti oleh para jamaah sekaligus cerita Abuya diakhiri. Selanjutnya penulis memperhatikan makanan yang masih banyak tersisa di hadapan Abuya diangkat dan seterusnya panitia membagi-bagikan sebagai mengambil berkat dari makanan tersebut. Demikianlah penulis memperhatikan kaifiyat makan Abuya, bukan saja pada tempat ini tetapi di tempat lain juga demikian, bukan satu kali tetapi puluhan kali selama penulis mengikuti rombongan Abuya, dan bukan saja penulis memperhatikan akan tetapi ratusan orang ikut memperhatikan. Apabila penulis memperhatikan lebih jauh tentang kaifiyat makan Abuya, maka dapat dikatakan bahwa rohaniyah Abuya sudah cukup kenyang, oleh karena itu kenyang jasmaninya tidak diperhitungkan, sehingga dapat kita lihat Abuya tidak begitu serius menghadapi makanan. Setelah upacara makan bersama berakhir Abuya beristirahat dan para jamaah bubar menuju ke tempatnya masing-masing.

SHALAT ASHAR (HARI JUM’AT)
Setelah shalat ashar berjamaah dilaksanakan serta wirid-wirid dan doanya, Abuya duduk istirahat bersama jamaah seraya memberikan ceramah ringan. Dan di dalam kesempatan ini pula Abuya menerima tamu-tamunya yang berkunjung untuk menemuinya. Acara ini sampai menjelang waktu shalat maghrib.

SHALAT MAGHRIB (MALAM SABTU)
Seusai shalat maghrib dan doanya Abuya istirahat sampai waktu shalat isya. Selanjutnya wazhifah Abuya setelah shalat isya sampai jam istirahat hampir bersamaan dengan wazhifahnya pada malam jum’at.

SHALAT SHUBUH (HARI SABTU)
Seusai shalat shubuh berjamaah bersamaan dengan wirid dan doanya, jamaah meninggalkan mushalla, Abuya melanjutkan wiridnya sebagaimana biasa sampai kira-kira jam 10.00 siang. Di sinilah Abuya istirahat dan mengasuh untuk mengisikan waktu selanjutnya, kemudian Abuya bersama pengikutnya menuju ke sebuah madrasah tarbiyah yang letaknya di kedai labuhan haji yang jauhnya lebih kurang ½ km, untuk memberikan ceramah tauhid khusus dalam bidang nafi dan itsbat. Yang mana sebelumnya telah berkumpul murid-murid yang dekat maupun yang jauh untuk mengikuti ceramah tersebut. Lalu Abuya memulai kuliahnya dengan membaca sebaris dua, kitab yang menyangkut dengan masalah tauhid yang akan dibahaskan. Majlis ta’lim ini dibebaskan soal jawab dan masing-masing para hadirin juga dibenarkan untuk mengeluarkan pendapatnya, sehingga sewaktu-waktu masjlis ta’lim ini menjadi suatu forum diskusi yang hangat.
Majlis ini berlalu sampai jam 1.00 siang. Setelah majlis ini ditutup dengan doa Abuya dan pengikutnya menuju ke masjid kampung pauh untuk melaksanakan shalat zhuhur berjamaah, dan seusai shalat zhuhur beserta wiridnya Abuya menuju kediamannya kembali untuk makan siang bersama. Selanjutnya Abuya bersiap-siap untuk kembali ke Darussalam. Dan Abuyaberangkat bersama pengikutnya menuju Darussalam, Abuya tiba di Darussalam menjelang shalat zhuhur.

SHALAT ASHAR (HARI SABTU)
Seusai shalat ashar bersama dengan wirid-wiridnya Abuya memasuki rumah ummi yang telah ditentukan untuk beristirahat sampai menjelang shalat maghrib. Kemudian selanjutnya setelah shalat maghrib Abuya berwirid, biasanya sampai waktu shalat isya.

SHALAT ISYA (MALAM AHAD)
Setelah shalat isya beserta wiridnya, di sinilah Abuya menerima tamu-tamu yang datang dari jauh maupun yang dekat, yang telah menunggu Abuya selama dua malam sebelumnya (selama Abuya di kampung pauh). Acara ramah tamah ini diisikan dengan bermacam-macam persoalaan agama yang sesuai dengan maksud dna tujuan tamu-tamu yang hadir. Acara ini berlalu biasanya jam 11.00 malam. Dan Abuya beristirahat di rumah kediaman ummi yang telah ditentukan sampai menjelang waktu shubuh.
Demikianlah sebagian wazhifah Abuya yang dapat saya (Tgk. Keumala) ikuti untuk waktu 7 x 24 jam, sedangkan wazhifah yang latifah lainnya tidak mungkin diliputi oleh sebuah pena yang amat kecil dan tintanya yang sangat terbatas pula. Wazhifah yang mulia sudah menjadi suatu tabiat yang melekat pada pribadi abuya. Buktinya saya telah melihat sendiri keadaan yang demikian selama bertahun-tahun. Untuk kebenaran catatan wazhifah Abuya ini ratusan murid Darussalam dan ribuan manusia yang telah mengenal Abuya secara dekat, telah menyaksikannya secara musyahadah. Perlu diketahui bahwa wazhifah Abuya ini kadangkala terjadi pergeseran pelaksanaannya justru mengingat waktu dan tempat, situasi dan kondisi. Atas semua kekurangan liputan saya ini allah menyediakan ampunannya kepada Tgk. Keumala innallaha ghafururrahiim.


Tambahan Bukan Tambihun
                        Kejadian-Kejadian Yang Dapat Menunjuki Kemuliaan Abuya
                        (disusun menurut kepentingan bukan menurut urutan tahun)

antara lain;
PENYUSUNAN STRUKTUR ORGANISASI DARUSSALAM
Pada satu waktu sekitar awal tahun 1953 Abuya memanggil tokoh-tokoh masyarakat yang mendukung Darussalam baik yang dekat ataupun yang jauh dan para guru-guru yang ada di Darussalam beserta murid-murid bustan untuk menghadiri sebuah majelis yang diadakan di ruangan Bustanul Muhaqqiqin. Setelah para hadirin lengkap hadir seluruhnya, lalu Abuya membuka majelis dengan ummul qur’an. Dan Abuya menamakan majelis ini dengan :
سفينة السلام والنجاح
Sehingga saya menamakan satu pengajian di Medan dan sekitarnya dengan nama safinatussalamah. Setelah Abuya menyampaikan maksud dan tujuan majelis ini dengan rinci, lalu Abuya menyerahkan kepada para hadirin untuk dapat menyusun struktur organisasi Darussalam. Seterusnya Abuya meninggalkan majelis, dan majelis mulai menyusun dan menetapkan struktur organisasi, yang terdiri dari :
a.   Pimpinan Tertinggi Darussalam          :  AbuyaSyekh H. Muhammad Waly Al     Khalidi
b.  Wakil Pimpinan Darussalam               :   Tgk. Muhammad Yusuf Alami
c.   Sekretaris Darussalam                         :   Tgk. Idrus Abd. Ghani
d.  Ketua Dep. Keamanan                        :   Tgk. Keumala
e.   Ketua Dep. Pendidikan                      :   Tgk. Abdullah Tanoh Mirah
f.   Ketua Dep. P.U.                                 :   Tgk. Basyah Lhong
Pengamat Darussalam yang terdiri dari beberapa tokoh masyarakat, antara lain :
1.  Tgk. Nyak Diwan
2.  T. Ramli Akasyah (Widana)
3.  Tgk. Adnan Bakongan
4.  T. Usman (Camat)
Dan didukung oleh beberapa orang tokoh lainnya. Sedangkan departemen lain disempurnakan kemudian.
Setelah struktur organisasi dibentuk dan ditetapkan, lalu Abuya kembali masuk ruangan majelis untuk mengesahkan keputusan majelis tersebut. Usaha ini bertujuan unyuk mengangkat keberadaan Darussalam di tengah-tengah masyarakat kaum muslimin.

KUNJUNGAN GURBERNUR
Sekitar awal tahun 1954 Gubernur Sumatera Utara (Medan) Mr. S.M. Amin, Residen Aceh Abd. Razak dan pembesar-pembesar daerah dengan dideking oleh sebuah kompi Brimob mengunjungi Darussalam. Setibanya gubernur dan rombongan di pintu gerbang Darussalam, kami dan rakyat sekitarnya telah siap menunggu kedatangan rombongan gubernur dengan upacara sambutan ala Darussalam. Seterusnya kami persilahkan gubernur dan rombongan untuk mengambil tempat di kursi yang telah kami sediakan, sedangkan  di antara gubernur dan residen tersedia kursi yang masih kosong, kemudian saya (Tgk. Keumala) menjemput Abuya untuk menghadiri majelis. Setibanya Abuya di pintu ruangan, saya berseru: “Dengan hormat para undangan berdiri!”. Abuya masuk ruangan. Setelah Abuya menyalami gubernur dan residen, “para undangan mohon duduk kembali!”. Seterusnya majelis dibuka oleh Nyak Diwan. “Bapak Gubernur dipersilahkan!”...
Inti sari pidato gubernur :
“Pemerintah sangat bersedih hati dan prihatin atas meletusnya peristiwa DI/TII di Aceh ini, yang telah banyak menelan korban, baik harta benda dan nyawa maupun sarana dan prasarana lainnya. Oleh karena itu marilah kita bersama-sama bahu membahu berusaha untuk menciptakan keamanan dan kedamaian, sehingga kita dapat melaksanakan tugas sehari-hari yang menyangkut dengan agama dan negara. Seterusnya atas nama pemerintah gubernur menyampaikan rasa terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada Abuyayang telah memberikan sumbangsih yang sebesar-besarnya kepada terciptanya kembali keamanan di daerah aceh khususnya dan daerah-daerah lain pada umumnya di indonesia.
Demikian gubernur.
Abuya dipersilahkan!
Intisari kata sambutan Abuya:
“Peristiwa Aceh yang dahsyat itu berasal dari salah penafsiran nash qur’an dan hadits oleh para ulama-ulama yang telah mendukung peristiwa tersebut, oleh karenanya andaikata para ulama-ulama itu dapat didatangkan atau datang ke Darussalam ini, insya allah saya akan dapat memberikan penafsiran yang benar tentang hukum peristiwa yang sedang bergejolak”.
Demikian Abuya.
Seterusnya para hadirin beristirahat sambil minum teh, lala saya mendekati gubernur memohon kepadanya atas nama Abuya dan ribuan murid di Darussalam supaya didirikan sebuah kantor pos pembantu di labuhan haji, demi kemudahan  kami tentang urusan pos. Gubernur menjawab : “Ya! Saya terima dan saya laksanakan.” Itulah kantor pos labuhan haji. Akhirnya gubernur dan rombongan meninggalkam Darussalam.

UNDANGAN PRESIDEN
Tidak lama setelah gubernur mengunjungi Darussalam Abuya diundang aoleh presiden RI I Soekarno ke Jakarta, kami rasa undangan ini sangat rapat hubungannya dengan isi kungjungan gubernur ke Darussalam. Rupanya undangan in bukan saja kepada Abuya akan tetapi undangan yang sama ditujukan kepada tokoh-tokoh ulama yang di daerah masing-masing ada peristiwa yang sama, sekalipun tidak serupa. Di antara tokoh ulama aceh yang diundang antara lain Abuya sendiri, Abu Hasan Krueng Kalee dan beberapa orang pengikutnya. Berangkatlah mereka melalui bandara Polonia Medan yang mana saya sendiri (Tgk. Keumala) ikut  mengantarkan mereka ke bandara. Setibanya di Jakarta Abuya menemui puluhan tokoh-tokoh ulama daerah yang diantara lain dari Padang, Jawa Barat, Maluku, dan lain-lain.  Setelah berkumpul para ulama-ulama di istana negara, lalu presiden mennyatakan selamat datang dan menyampaikan maksud dan tujuan undangannya. Presiden berkata : “Saya meminta kepada para ulama yang hadir untuk merumuskan nama keberadaan dan kedudukan saya sebagai Presiden RI.”
Lalu para ulama merumuskan dan sepakat atas usulan Abuya dengan nama :
اول الامر صرورة بالشوكة
Setelah memutuskan nama yang telah disepakati, lalu Abuya sebagai ketua majelis melaporkan kepada presiden, dan presiden mengucapkan terima kasih. Akhirnya para ulama meninggalkan istana menuju ke daerahnya masing-masing. Dan kepada abauya khususnya presiden menghadiahkan satu unit mesin listrik bertenaga tinggi, mesin itu dimuatkan di Medan melalui Gubernur Sumatera Utara ke dalam sebuah kapal laut. Abuya, bupati Aceh Selatan (Kamarusyid) dan saya sendiri (Tgk. Keumala) ikut bersama-sama melalui laut menuju Aceh. Inilah satu-satunya mesin listrik di daerah Labuhan Haji Aceh Selatan.

PENGAKUAN ULAMA
Tgk. H. Muhammad Ali Cumat Keumala meriwayatkan sebagai berikut : Pada akhir tahun 1950 diadakan sebuah forum perdebatan besar di Masjid Raya Kuta Raja (Banda Aceh) yang diadakan oleh panitia masjid, ulama-ulama yang hadir dalam forum tersebut terdiri dari kaum ulama tua di satu pihak dan ulama muda di pihak yang lain, sedangkan masalah yang diperdebatkan terdiri dari 9 masalah termasuk bilangan rakaat shalat tarawih. Di pihak ulama kaum muda muncullah Tgk. M. Hasbi Ash Shiddiqy untuk mengemukakan satu demi satu masalah yang diperdebatkan, lalu ulama kaum tua dipersilahkan untuk menanggapinya. Demikian seterusnya perdebatan berlalu di antara mereka selama beberapa malam, dalam pada itu hujjah dari ulama kaum tua mulai melemah sekalipun prinsipnya masih kuat. Akhirnya muncullah Abuyauntuk menanggapi keseluruhan masalah yang diperdebatkan dengan memberikan dalil dan nash yang cukup pada tiap permasalahan, dan Abuyamenerangkan asal usul perselisihan seraya beliau menunjuki orang-orang yang mendalangi timbulnya perselisihan.
Kemudian Tgk. Hasbi memberikan komentarnya :
“Saya tidak berdebat dengan Tgk. H. Muhammad Waly, akan tetapi saya ingin mengetahui apakah ia seorang alim?, ternyata memang ia seorang alim yang bijaksana.” (Demikian riwayat Tgk. Muh. Ali Cumat). Di samping itu perlu dicatat bahwa ulama yang hadir merasa kagum dan mengakui akan kealiman Abuyameskipun tidak diucapkan, kecuali Abu Hasan Krueng Kale yang mengucapkan langsung bahwa Tgk. H. Muda Waly sangat alim. (Tambahan Tgk. Ali Cumat).

KUNJJUNGAN ULAMA INDIA
Salah seorang ulama besar India berkebangsaan Pakistan mengunjungi Darussalam sekitar awal tahun 1953. setibanya ulama ini di Darussalam keesokan harinya ikut bersama-sama kami ke ruangan Bustanul Muhaqqiqin untuk menerima pelajaran yang diberikan Abuya melalui kitab Tuhfatul Muhtaj. Abuya masuk ruangan, pelajaran dimulai dengan Abuya sendiri membaca kitab. Kami memperhatikan surah kitab yang dikemukakan Abuya pada hari itu memang sangat tinggi dengan cara mengkombinasikan hasil pendapat Ibnu Hajar dalam surah Tuhfah dengan pendapat Muhammad Syarwani dalam hasyiah pertama Tuhfah dan dihubungkan pula dengan pendapat Ibnu Qasim pada hasyiah kedua Tuhfah. Kemudian Abuya dapat mentaqrirkan dan mengeluarkan pendapatnya sehingga merupakan sebuah bentuk hasyiah yang lain dan langsung Abuyamenulis dengan tangannya pada lembar kosong kitab Tuhfah yang ada di hadapannya. Dan pada tiap-tiap akhir pendapatnya Abuya menulis: (انتها ابن سالم) (Abuya sendiri). Saya memperhatikan dengan sungguh-sungguh sikap ulama ini yang duduk tidak jauh dengan saya, bahwa ia merasa kagum atas pembahasan yang diuraikan Abuya pada setiap masalah yang dibacakan. Pada akhir majelis Bustan ulama tersebut sempat memberikan kata pengakuannya. Dikatakan: “Saya telah mengelilingi negara-negara Islam di Asia Tengah dan Asia Tenggara, dari Pakistan, Mesir Makkah, Madinah, Yordania, Malasyia, Indonesia, tidak pernah saya dapati kitab Tuhfah karangan Ibnu Hajar ini yang dijadikan sebagai mata pelajaran di universitas negara-negara tersebut, kecuali di Darussalam inni. Dan saya belum pernah mendengar pembahasan kitab ini setinggi pembahasan yang saya peroleh di dalam Bustanul Muhaqqiqin ini. Syukran!
Akhirnya ulama ini meninggalkan Darussalam.

KUNJUNGAN K.H. SIRADJUDDIN ABBAS
Seiringan dengan kunjungan ulama India, Darussalam dikunjungi pula oleh seorang ulama besar, pengarang ulung dan Ketua Umum PERTI seluruh Indonesia dari Padang. Setibanya di Darussalam Abuya menyambut K.H. Siradjuddin ini sebagaimana abang menyambut adiknya yang tersayang, demikian pula K.H. Siradjuddin menghadapi Abuya laksana seorang adik menghadapi seorang abangnya yang tercinta, sekalipun K.H. Siradjuddin jauh lebih tua usianya dari Abuya. Demikian pula tidak luput dari perhatian saya pada saat temu ramah dan muzakarah tentang masalah agama yang seharusnya diterapkan ke dalam partai PERTI terlihat dalam suasana ringan dan santai.
Tidak lama kemudian berkunjung pula seorang ulama terkenal dari Padang yaitu Abuya Labai Sati. Kunjungan Abuya Labai Sati ke Darussalam Abuyasambut sebagaimana murid yang disayangi dan Abuya selalu menghormatinya dalam segala sausana.
Berselang beberapa tahun kemudian Abusyik Keumala sempat juga mengunjungi Darussalam menemui Abuya dengan penuh khidmat, dan dihormati Abuya sebagai guru besarnya. Selanjutnya Abusyik dalam sebuah pertemuan dengan Abuya menyodorkan kitab Hikam yang memang sudah disediakan untuk dibaca Abuya sebagai mengambil berkat. Abuya membacakan kitab tersebut satu jumlah kalimat pada awalnya dan satu jumlah kalimat pada khatamnya dan Abuya berdo’a. Setelah Abusyik Keumala meninggalkan Darussalam, sampai di kampung Abusyik mengatakan kepada semua keluarganya yang berkkumpul : “Waktu saya melihat Tgk. H. Syeikh Muda Waly seakan-akan saya melihat sebuah gedung yang penuh dengan bermacam-macam intan mutiara di dalamnya.” Demikian ucapan Abusyik Keumala terhadap Abuya.


SAYA MENGETAHUI TAPI TIDAK BERANI BERTANYA
Pada setiap tahun selama saya di Darussalam saya melihat sewaktu selesai shalat Idul Fitri dan khutbahnya, diadakan sebuah acara ketangkasan pencak silat yang dilakukan pasangan panglima-panglima yang tangguh. Dan ditengah-tengah kumpulan massa penonton sudah disediakan meja dan sebuah kursi untuk Abuya dan di hadapannya terletak sebuah kitab. Tidak jauh dari Abuya, saya duduk untuk memperhatikan sikap Abuya, apabila suasana aksi pencak silat sudah memuncak dan semakin seru serta perhatian penonton tertuju pada aksi pencak silat itu, dan saya memusatkan perhatian terhadap Abuya ternyata Abuya bimbang dengan dirinya sendiri dan bukan dengan aksi pencak silat itu.

MANDI ABUYA
Pada setiap pertengahan bukan Syawal Abuya turun mandi ke sungai Krueng Baru sekitar kampung Pante Geulima, sedangkan masyarakat tua muda laki-laki dan perempuan telah mengetahui ketentuan acara ini melalui informasi tanya bertanya. Tepat pada waktu acara dilaksanakan pantai Krueng Baru sudah penuh dengan masyarakat sejak dari jam 8.00 sampai Abuya masuk menghadiri acara tersebut. Sekitar jam 10.00 Abuya hadir ke tempat acara. Dan Abuya duduk di atas kursi di bawah tenda yang telah disediakan dan di hadapannya sudah terletak sebuah kitab di atas meja. Acara dimulai dengan permainan pencak silat sepanjang panjang pantai dengan penuh meriah yang disaksikan oleh ribuan warga sekitar Labuhan Haji. Dan saya perhatikan Abuya sibuk membuka kitab dan membolak balikkan lembarannya, sedikitpun tidak nampak perhatiannya kepada keramaian masyarakat yang ada di hadapannya, akan tetapi Abuya
(شغل بنفسه), seterusnya acara makan dimulai dan mandi Abuya dilaksanakan sekaligus masyarakat yang hadir ikut mandi bersama, dan berakhirlah acara ini sampai menjelang waktu shalat zhuhur. (tempat pemandian laki-laki dan perempuan terpisah).



CINCIN ABUYA
Pada jari manis tangan kanan Abuya terselip sebuah bentuk cincin suasa yang berbunga segi empat bujur. Cincin ini bukan saya yang melihatnya akan tetapi saya yakin semua murid sudah pernah menyaksikannya. Pada suatu yang senggang saya ingin bertanya tentang cincin itu tetapi tidak memungkinkan. Hal ini kecil pada luas pembahasannya.

SAYA MENGETAHUI DAN BERANI BERTANYA
Pada tangan Abuya selalu kami melihat tersangkut buah tasbih yang tampaknya sebagai amal lazim baginya, sehingga tidak pernah ditinggal bahkan saat menghadap presiden kecuali pada waktu shalat waktu mengajar, waktu makan, waktu zikir khusus, dan waktu mandi. Dan kami tidak pernah melihat Abuya memegang parang atau cangkul untuk membersihkan halaman rumah tangganya, dan tidak memegang martel atau gergaji untuk memperbaiki dinding rumahnya. Kami kira Abuya tidak memegang benda yang lain karena ia takut tertinggal buah tasbihnya. Pada suatu waktu senggang saya memberanikan diri untuk bertanya: “Abuya? Apakah hikmahnya kita selalu memegang buah tasbih?” Abuya menjawab dengan senyum manis: “kalau kita memegang pena teringat apa yang kita tuliskan, kalau kita memegang pedang teringat apa yang akan kita pancungkan dan kalau kita memegang buah tasbih teringat zikir apa yang akan kkita ucapkan.” Saya menjawab: “Alhamdulillah, jelas Abuya.”

SAYA MENGETAHUI AKAN TETAPI KEPADA SIAPA SAYA BERTANYA
Sebagaimana saya mengetahui di pantai laut sebelah selatan batasan Darussalam tertimbun batu kerikil putih yang hampir sama ukurannya. Sejak Abuya mendirikan Darussalam dan dengan batu itulah paya Darussalam ditimbun oleh ribuan murid bertahun-tahun, karena kompleks Darussalam itu 25% daratan dan 75% lainnya rawa-rawa. Kompleks Darussalam sudah tertimbun rata dan Abuyapun wafat, lalu batu di pantai lautpun hilang semuanya. Pada tahun 1978 saya dan Tgk. H. Sayed Zein Badrun serta keluarga ziarah Abuya ke Darussalam, langsung kami datang ke pinggir laut dan melihat dengan takjub bercampur haru, dahulunya pantai batu kini berganti menjadi kuala. Sekarang kepada siapa saya bertanya?
الله اكبر لاحول ولا قوة الا بالله العلي العظيم


KHATIMAH

Wazhifah Abuya yang sangat mulia ini saya orbitkan ke hadapan saudara-saudara sekalian, bukanlah keterangan dan catatan dari orang lain, akan tetapi merupakan serangkaian catatan emas di dalam kenangan saya sendiri yang Insya Allah tak akan terlupakan untuk selama-lamanya. Memang jarak jauh waktu antara saya mu’asyarah dengan Abuya dengan masa kini saya di Medan sudah lebih kurang 40 tahun, namun kenangan saya terasa baru kemarin terpisah dengan abuya. Perhatikanlah. Kalau kita ingin menyimpulkan seluruh kegiatan Abuya, maka ternyata tersimpan ke dalam tiga pokok perjuangan, yaitu :
1.      Tuntut ilmu dan mengajar dengan segala macam sistemnya
2.      Amar ma’ruf nahi mungkar dengan segala macam teknisnya
3.      Ibadat, berzikir dan berdo’a dengan segala macam kaidah dan kaifiyatnya.
Semua wazhifah Abuya yang telah kita bicarakan merupakan wazhifah lahiriyah, sedangkan wazhifah bathiniyah belum/tidak kikta bicarakan, seperti:
Syaja’ah Abuya, sabarnya, tawakkalnya, tadarru’nya, zahidnya, ikhlashnya, idradnya, fahamnya, istiqamahnya, dan wazhifahnya nafisah lainnya.   
Oleh karena wazhifah ini ini hanya allah SWT yang mengetahui dan yang menilainya.
Abuya sudah tiada ....
Dan Abuya sudah meninggalkan contoh kepada kita semua
Mari kita ikuti jejak langkahnya menurut kemampuan dan kelayakan yang ada pada kita.
Abuya sudah berangkat ...
Teungku Keumala berseru :
“Abuyaku!!..., Abuyakami...
Tunggulah kami!!..., kami menunggumu...”
الفاتحة الشريفة Untuk abuya
                                                                        Medan, 25 November 1997
                                                                        H. Syihabuddin Syah
                                                                        Tgk. Keumala




[1] Ruangan Bustan yang berukuran -/+ 8 x 9 meter, di dalamnya terletak paling depan sebuah meja besar (1,5 x 1 meter) dan kursi pusing khusus untuk Abuya, dan di depan meja Abuyaterdapat beberapa meja kecil dan kursi yang tersedia untuk murid-murid.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar