MUQADDIMAH
Lahirnya wazhifah Abuya yang
amat mulia ini ke dalam sebuah bentuk tulisan berasal dari permintaan adinda
Prof. DR. H. Muhibbuddin Waly (anak Abuya sendiri). Alhamdulillah saya terima
permintaannya dengan menulis wazhifah-wazhifah yang dimaksud, sepanjang yang
saya ketahui dan saya melihat selama saya mendampingi Abuyadi Darussalam
Labuhan Haji.
Saya menyadari bahwa
wazhifah Abuya yang saya uraikan ini hanyalah sebahagiannya saja, sedangkan
wazhifah lathifah yang lengkap dan sempurna yang ada pada diri pribadi Abuya yang
mulia tidak mungkin dapat diliputi keseluruhannya oleh sebuah pena yang pendek
lagi kecil dan tintanya yang sedikit sserta waktunya yang terbatas pula.
Semoga dengan adanya
tulisan tentang wazhifah Abuya ini dapat kiranya dimanfaatkan oleh murid-murid Abuya
pada umumnya dan oleh anak cucu Abuya pada khususnya, apalagi anak cucu yang
tidak pernah bermuwajjahah (bertatap muka) dengan Abuya.
Jika uraian ini sejalan
dengan apa yang dimaksud, maka saya mengucapkan alhamdulillah dan jika tidak,
saya ucapkan astaghfirullah.
Akhirnya saya
menghimbau, marilah kita semua mengikuti jejak langkah Abuya sesuai dengan
kemampuan yang ada pada diri kita masing-masing. Insya Allah.
Medan,
25 November 1997
Wassalam
bil ma’af
H.
Syihabuddin Syah
Tgk. Keumala
WAZHIFAH
ABUYA MUDA WALY AL-KHALIDY
HARI AHAD
Setelah fajar terbit Abuya sudah berada di mushallanya yang
terletak dalam Baitut Ta’lif untuk mempersiapkan diri menghadapi shalat subuh.
Setelah
masuk waktu beliau melaksanakan shalat berjamaah dengan murid-murid laki-laki
dan perempuan yang memang sudah menunggu sebelumnya.
Sesudah shalat subuh dan wirid yang biasa dilakukan dan do’anya,
dengan demikian jamaah yang mengikuti Abuya menuju kepada kegiatannya
masing-masing, sedangkan Abuya masih tetap duduk di mushallanya menghadap
kiblat.
WIRID ABUYA
Di sinilah Abuya mulai berwirid khusus yang mengandung do’a
dan munajat, tasbih, ...,taqdis, tahmid, tahlil dan takbir. Selain itu
dirangkaikan pula dengan bermacam-macam bentuk bacaan shalawat kepada Baginda
Rasulullah SAW. Dan dalam wirid ini Abuya juga merangkaikan dengan berbagai Hizbul
Aulia, antara hizbun nashar, hizbun bahar (ash shazhili), hiznun nawawi, hizbul
al ustaz al bayyumi, al jaljalud dan hizbun lainnya. Abuyamengucapkan zikir,
do’a dan munajat ini dengan suara sirriyah dan jahriyah yang memilukan hati
bagi orang mukmin yang mendengarkannya. Abuya mengucapkan semua zikir diikuti
oleh seluruh anggota tubuhnya ikut bergerak seirama dengan suaranya, dan sesuai
dengan makna do’a dan maksud munajat yang diucapkan, yang menyangkut dengan
kasih sayang serta rahmat Allah dan yang menyangkut dengan amarah serta siksa
Allah kepada orang kafir dan maksiat kepada-Nya. Menurut kebiasaan yang telah
kami perhatikan, setiap harinya Abuya mengakhiri wiridnya dengan do’a pada jam
sepuluh siang.
BUSTANUL MUHAQQIQIN
Setelah
selesai berwirid Abuyamempersiapkan diri dengan sarapan pagi dan mengenakan
pakaian sebagai guru besar untuk menuju ruangan bustan (ruangan Abuya mengajar)
yang diiringi oleh beberapa orang khadam. Sesampainya Abuya di pintu ruangan,
semua murid yang menunggu dalam ruangan[1] berdiri pada tempatnya
masing-masing sehingga Abuya duduk di atas kursinya, lalu satu demi satu murid
menjabat tangan Abuya dan kembali di tempatnya. Perlu diketahui bahwa
kitab-kitab pelajaran yang akan diajarkan oleh Abuya sudah tersedia di atas
meja Abuya, yang terdiri dari:
- Kitab Tuhfatul Muhtaj (Al Fiqh)
- Kitab Jam’ul Jawami (Ushulul fiqh)
- Kitab Suruh Talkhish (Al Ma’ani)
- Kitab Asy Syamsiah (Mantiq)
- Kitab Hikam Ibnu Athaillah (At Tauhid wat Tashawwuf)
Dengan
penuh khidmat Abuya mulai mengajar dengan bertanya halaman kitab yang akan Abuya
ajarkan dan kalimat dimulai bacaannya.
ABUYA MULAI MENGAJAR
Abuyamengajar
dengan dua metode, yaitu :
a.
Abuyamembaca
dan menjelaskan seperlunya, kemudian Abuya meminta kepada murid-muridnya untuk
mempersoalkan (i’tiradl) atas masalah yang sedang dibicarakan.
b.
Murid yang
membacakan serta menjelaskannya, kemudian diminta kepada murid-murid yang lain
meng-i’tiradl-kannya atas masalah yang telah dibacakan itu termasuk Abuya sendiri.
Akhir
i’tiradl semua masalah tersebut, Abuya sendiri yang menyatakan cukup. Cara Abuya
mengajarkan demikian, khusus pada kitab Tuhfatul Muhtaj, sedangkan kitab-kitab
yang lain Abuya baca sendiri dan memberikan penjelasannya yang cukup.
Demikianlah
majlis ta’lim yang dipimpin Abuya mulai jam 10.00 s/d jam 1.00 siang.
Bustan
ditutup, Abuya diantarkan kembali ke baitut ta’lif untuk melaksanakan
sembahyang zhuhur berjamaah.
ABUYA ISTIRAHAT
Seusai
shalat zhuhur Abuya makan siang pada hidangan yang telah disediakan di baitut
ta’lif, kemudian Abuya berbaring dalam keadaan santai. Pada saat istirahat
inilah saya dan Tgk. Abdul Aziz Samalanga mengambil kesempatan untuk memohon
keterangan dan penjelasan tentang masalah yang musykil kami rasakan, seraya
kami menunjukkan kepada Abuya kitab Al Mahli, lalu Abuya memberikan penjelasan
yang cukup memuaskan. Pada saat kami melihat Abuya dalam keadaan ayung-ayungan
kami memohon diri untuk menuju ke bilik kami sendiri dan Abuya tidur.
Menjelang
shalat ashar Abuya bangun dari istirahatnya mengasuh diri untuk melaksanakan
shalat ashar di baitul ta’lif. Usai shalat ashar serta wirid dan do’anya, Abuya
keluar ke Raudlah Riyahin, sebuah kebun bunga yang terletak tidak jauh dari
baitut ta’lif, sebelah selatan dari menara dan menara ini berdiri di sebelah
selatan makam Abusyik Salim (ayah Abuya sendiri).
Raudlah
yang dimaksud berukuran 3 x 4 meter persegi yang ditanami sekelilingnya
bunga-bunga laping, para tamu yang ingin bertemu dengan Abuya dapat langsung
menemui beliau di Raudlah ini (waktu bertamu siang hari). Beberapa saat
kemudian Abuya bangun untuk meninjau darun ditentukan, seraya diiringi oleh beberapa
orang khadam, panglima dan tamu-tamu. Dalam peninjauan in Abuya memberikan
petunjuk kepada penghuni darun yang beliau tinjau tentang ketertiban,
kebersihan, keamanan dan perbaikan lainnya, akhirnya Abuya dan pengikutnya
kembali ke raudlah. Seterusnya di raudlah ini Abuya mengajar kitab-kitab kecil
kepada murid-murid kelas I atau kelas II untuk mendapatkan berkat melalui Abuya, sambil
menantikan waktu shalat mahgrib beliau berdialog dengan para tamu tentang
masalah-masalah agama.
SHALAT MAGHRIB (MALAM SENIN)
Shalat
maghrib berjamaah beserta do’anya jamaah kembali ke tempatnya masing-masing dan
Abuyameneruskan wiridnya sebagaimana biasa sampai waktu shalat Isya. Dan
seterusnya setelah selesai shalat isya Abuyaduduk di baitut ta’lif yang
biasanya sudah ada jamaah tamu yang dekat maupun yang jauh untuk menanyakan
masalah-masalah agama, terutama sekali mengenai amal thariqat, yang demikian
itu berakhir sampai jam 12.00 malam. Selanjutnya Abuyameninggalkan baitut
ta’lif menuju ke rumah Ummi yang telah ditentukan bahagiannya. Dan demikianlah
wazhifah Abuyasampai kepada waktu shalat subuh hari senin (wazhifah Abuya1 x 24
jam).
HARI SENIN
Wazhifah
Abuya dimulai dengan shalat subuh berjamaah, kemudian berwirid sampai dengan
jam 9.00, selanjutnya beliau mengasuh, kemudian Abuya bersiap-siap untuk menuju
ruangan bustanul muaqqiqin. Dan Abuya mengajar sebagaimana biasa sampai dengan
jam 1.00 siang. Kemudian beliau kembali ke baitut ta’lif untuk melaksanakan
shalat zhuhur berjamaah. Pada saat inilah Abuya mengasuh dan istirahat sampai
masuk pada waktu shalat ashar. Setelah selesai upacara shalat ashar beliau
meninjau darun sebagaimana biasa bila dianggap dan berakhir ke raudlah, di
sinilah Abuya beristirahat dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
kepada beliau, dibaringi soal jawab tentang agama dan mengajar anak-anak yang
sebelumnya telah menunggu Abuya. Keadaan demikian berlalu sampai menjelang
shalat maghrib.
SHALAT MAGHRIB (MALAM SELASA)
Selesai
shalat maghrib dan wirid-wiridnya, Abuya istirahat beberapa saat, selanjutnya
beliau memberi ijazah thariqat naqsyabandi kepada murid laki-laki, baik yang
tinggal di Darussalam maupun yang datang dari luar Darussalam, hal ini berjalan
sampai waktu shalat isya. Seusai shalat isya Abuya langsung memberikan ceramah
yang menyangkut dengan soal thariqat dan tawajjuh serta dikaitkan dengan amalan
suluk. Dan ada juga ia memberikan ceramah dari khalifah-khalifah yang telah Abuya
tentukan termasuk saya (Tgk. Keumala). Dalam acara ini juga diadakan soal jawab
yang menyangkut dengan soal thariqat dan lain-lain. Yang demikian berlalu
sekurang-kurangnya sampai jam 12.00 malam. Dan selanjutnya Abuya meninggalkan
majlis menuju ke rumah Ummi yang telah ditetapkan untuk beristirahat sampai menjelang
waktu shalat subuh.
SHALAT SUBUH (HARI SELASA)
Wazhifah
Abuya pada pagi hari selasa sampai menjelang waktu maghrib berjalan sebagaimana
wazhifah pada hari senin meskipun di sana-sini terdapat perbedaan yang tidak
diperhitungkan.
SHALAT MAGHRIB (MALAM RABU)
Wazhifah
Abuya pada malam rabu, juga tidak berbeda dengan wazhifah Abuya pada malam
selasa kecuali pemberian ijazah thariqat kepada murid-murid perempuan, baik
yang tinggal di Darussalam maupun yang tinggal di luar. Selesai acara tersebut Abuya
meninggalkan ruangan menuju rumah ummi yang telah ditentukan untuk istirahat.
SHALAT SUBUH (HARI RABU)
Wazhifah
Abuya pada hari rabu sejak pagi hari sampai menjelang subuh hari kamis
bersamaan dengan wazhifah hari selasa, kecuali pemberian yang dikhususkan pada
malam selasa dan malam rabu.
SHALAT SUBUH (HARI KAMIS)
Wazhifah
Abuya pada hari kamis sejak selesai shalat subuh sampai dengan selesai mengajar
di Bustanul Muhaqqiqin dan shalat zhuhur berjamaah, sama dengan wazhifah
sebelumnya. Selesai shalat zhuhur beliau beristirahat dan bersiap-siap
meninggalkan Darussalam untuk menuju kampung pauh labuhan haji tempat letaknya
rumah kediaman ummi pauh ibunda tgk. H. Amran Waly. Keberangkatan Abuya ini
dari Darussalam menuju kampung pauh diantarkan oleh beberapa orang pengasuh dan
panglima. Kirannya perlu diketahui jarak antara daarussalam dengan kampung pauh
kurang lebih 3 kilometer. Abuyatiba dikampung pauh menjelang shalat ashar dan
beliau shalat berjamaah.
SHALAT ASHAR (HARI KAMIS)
Seusai
shalat ashar biasanya Abuyamemberi ceramah kepada murid-muridnya yang telah
hadir menunggu Abuya sebelumnya. Ceramah dan petunjuk-petunjuk ini berlalu
sampai menjelang pada waktu shalat maghrib.
SHALAT MAGHRIB (MALAM JUM’AT)
Setelah
shalat maghrib dan wirid seperlunya Abuya istirahat sampai menjelang shalat
isya. Selanjutnya seusai shalat isya Abuya memberikan penjelasan tentang
thariqat dan memberikan jawaban kepada murid-murid yang bertanya, waktu soal
jawab ini berjalan dengan penuh khidmat dan merasa kepuasaan semua pihak,
sehingga berakhir pada jam 11.00 atau lebih. Selanjutnya Abuya istirahat.
SHALAT SHUBUH (HARI JUM’AT)
Sebagaimana
biaya Abuya melaksanakan shalat shubuh dan wirid-wiridnya berakhir sampai
dengan jam 10.00 siang. Lalu Abuya mengasuh dan bersiap-siap untuk menghadiri
upacan ra shalat jum’at di masjid kampung pauh. Setibanya Abuya bersama
rombongan di masjid, dengan penuh tawadhu’ Abuya memasuki masjid dan muazzin
mulai mengumandangkan azan pertama. Setelah azan Abuya dan jamaah melaksanakan
dua rakaat shalat sunat qabliyah.
ABUYABERKHUTBAH
Setelah
Abuya naik mimbar dan memberi salam lalu beliau duduk, kemudian azan kedua
dimulai dan setelah azan kedua selesai Abuya bangun menyampaikan khutbahnya.
Kaifiat
khutbahnya: mula-mula Abuya menyampaikan serangkaian nasehat dan petunjuk agama
pada masalah yang dihadapi oleh masyarakat muslimin dengan bahasa Indonesia.
Kemudian baru Abuya memulai membaca khutbah yang pertama dengan bahasa Arab
penuh, tanpa campuran dengan bahasa lain. Lalu Abuya duduk antara dua khutbah
dan selanjutnya beliau bangun untuk membaca khutbah yang kedua hingga selesai.
SHALAT JUM’AT
Abuya
mengimami jamaah jum’at sebagaimana yang ma’ruf dilakukan oleh kaum ahlussunnah
wal jamaah. Setelah selesai upacara shalat jum’at dilakukan Abuya dan rombongan
kembali ke tumah kediamannya di kampung Pauh dan makan siang bersama. Kami rasa
perlu dicatat kaifiyat Abuya makan. Setelah selesai hidangan makan dihidangkan
penulis melihat piring makanan yang disediakan di hadapan Abuya lebih besar
dari piring makanan yang lain dan di atas makanan itu telah dibubuhi lauk
pauknya. Lalu para hadirin dipersilahkan untuk memulainya. Penulis
memperhatikan dengan sungguh-sungguh kaifiyat Abuya makan. Ia memulai dengan
bismillah lalu memegang makanan yang tersedia di hadapannya, sesuap dua Abuya memulai
makan berceritalah ia tentang keramat para sahabat dan rahmat Tuhan kepada
auliya-auliya-Nya sambil beliau menyuapkan makanan ke mulutnya dengan suapan
kecil. Demikianlah santapan makanan berjalan jamaah mendengarkan cerita Abuya sambil
menyuapkan makanan seperlunya.
Sedangkan
Abuya asyik bercerita dan tidak pernah menghadap ke piring makanan yang ada di
hadapannya seakan-akan kita melihat makanan yang ia makan itu bukan untuk
kenyang akan tetapi sekedar menghilangkan lapar saja. Pada saat Abuya melihat
jamaah sekelilingnya sudah merasa puas dengan makanan di hadapannya lalu Abuya membasuh
tangannya dan diikuti oleh para jamaah sekaligus cerita Abuya diakhiri.
Selanjutnya penulis memperhatikan makanan yang masih banyak tersisa di hadapan Abuya
diangkat dan seterusnya panitia membagi-bagikan sebagai mengambil berkat dari
makanan tersebut. Demikianlah penulis memperhatikan kaifiyat makan Abuya, bukan
saja pada tempat ini tetapi di tempat lain juga demikian, bukan satu kali
tetapi puluhan kali selama penulis mengikuti rombongan Abuya, dan bukan saja
penulis memperhatikan akan tetapi ratusan orang ikut memperhatikan. Apabila
penulis memperhatikan lebih jauh tentang kaifiyat makan Abuya, maka dapat
dikatakan bahwa rohaniyah Abuya sudah cukup kenyang, oleh karena itu kenyang
jasmaninya tidak diperhitungkan, sehingga dapat kita lihat Abuya tidak begitu
serius menghadapi makanan. Setelah upacara makan bersama berakhir Abuya beristirahat
dan para jamaah bubar menuju ke tempatnya masing-masing.
SHALAT ASHAR (HARI JUM’AT)
Setelah
shalat ashar berjamaah dilaksanakan serta wirid-wirid dan doanya, Abuya duduk
istirahat bersama jamaah seraya memberikan ceramah ringan. Dan di dalam
kesempatan ini pula Abuya menerima tamu-tamunya yang berkunjung untuk
menemuinya. Acara ini sampai menjelang waktu shalat maghrib.
SHALAT MAGHRIB (MALAM SABTU)
Seusai
shalat maghrib dan doanya Abuya istirahat sampai waktu shalat isya. Selanjutnya
wazhifah Abuya setelah shalat isya sampai jam istirahat hampir bersamaan dengan
wazhifahnya pada malam jum’at.
SHALAT SHUBUH (HARI SABTU)
Seusai
shalat shubuh berjamaah bersamaan dengan wirid dan doanya, jamaah meninggalkan
mushalla, Abuya melanjutkan wiridnya sebagaimana biasa sampai kira-kira jam
10.00 siang. Di sinilah Abuya istirahat dan mengasuh untuk mengisikan waktu
selanjutnya, kemudian Abuya bersama pengikutnya menuju ke sebuah madrasah
tarbiyah yang letaknya di kedai labuhan haji yang jauhnya lebih kurang ½ km,
untuk memberikan ceramah tauhid khusus dalam bidang nafi dan itsbat. Yang mana
sebelumnya telah berkumpul murid-murid yang dekat maupun yang jauh untuk
mengikuti ceramah tersebut. Lalu Abuya memulai kuliahnya dengan membaca sebaris
dua, kitab yang menyangkut dengan masalah tauhid yang akan dibahaskan. Majlis ta’lim
ini dibebaskan soal jawab dan masing-masing para hadirin juga dibenarkan untuk
mengeluarkan pendapatnya, sehingga sewaktu-waktu masjlis ta’lim ini menjadi
suatu forum diskusi yang hangat.
Majlis
ini berlalu sampai jam 1.00 siang. Setelah majlis ini ditutup dengan doa Abuya dan
pengikutnya menuju ke masjid kampung pauh untuk melaksanakan shalat zhuhur
berjamaah, dan seusai shalat zhuhur beserta wiridnya Abuya menuju kediamannya
kembali untuk makan siang bersama. Selanjutnya Abuya bersiap-siap untuk kembali
ke Darussalam. Dan Abuyaberangkat bersama pengikutnya menuju Darussalam, Abuya tiba
di Darussalam menjelang shalat zhuhur.
SHALAT ASHAR (HARI SABTU)
Seusai
shalat ashar bersama dengan wirid-wiridnya Abuya memasuki rumah ummi yang telah
ditentukan untuk beristirahat sampai menjelang shalat maghrib. Kemudian selanjutnya
setelah shalat maghrib Abuya berwirid, biasanya sampai waktu shalat isya.
SHALAT ISYA (MALAM AHAD)
Setelah
shalat isya beserta wiridnya, di sinilah Abuya menerima tamu-tamu yang datang
dari jauh maupun yang dekat, yang telah menunggu Abuya selama dua malam
sebelumnya (selama Abuya di kampung pauh). Acara ramah tamah ini diisikan
dengan bermacam-macam persoalaan agama yang sesuai dengan maksud dna tujuan
tamu-tamu yang hadir. Acara ini berlalu biasanya jam 11.00 malam. Dan Abuya beristirahat
di rumah kediaman ummi yang telah ditentukan sampai menjelang waktu shubuh.
Demikianlah
sebagian wazhifah Abuya yang dapat saya (Tgk. Keumala) ikuti untuk waktu 7 x 24
jam, sedangkan wazhifah yang latifah lainnya tidak mungkin diliputi oleh sebuah
pena yang amat kecil dan tintanya yang sangat terbatas pula. Wazhifah yang
mulia sudah menjadi suatu tabiat yang melekat pada pribadi abuya. Buktinya saya
telah melihat sendiri keadaan yang demikian selama bertahun-tahun. Untuk
kebenaran catatan wazhifah Abuya ini ratusan murid Darussalam dan ribuan
manusia yang telah mengenal Abuya secara dekat, telah menyaksikannya secara
musyahadah. Perlu diketahui bahwa wazhifah Abuya ini kadangkala terjadi
pergeseran pelaksanaannya justru mengingat waktu dan tempat, situasi dan
kondisi. Atas semua kekurangan liputan saya ini allah menyediakan ampunannya
kepada Tgk. Keumala innallaha ghafururrahiim.
Tambahan Bukan Tambihun
Kejadian-Kejadian
Yang Dapat Menunjuki Kemuliaan Abuya
(disusun menurut
kepentingan bukan menurut urutan tahun)
antara
lain;
PENYUSUNAN STRUKTUR ORGANISASI DARUSSALAM
Pada
satu waktu sekitar awal tahun 1953 Abuya memanggil tokoh-tokoh masyarakat yang
mendukung Darussalam baik yang dekat ataupun yang jauh dan para guru-guru yang
ada di Darussalam beserta murid-murid bustan untuk menghadiri sebuah majelis
yang diadakan di ruangan Bustanul Muhaqqiqin. Setelah para hadirin lengkap
hadir seluruhnya, lalu Abuya membuka majelis dengan ummul qur’an. Dan Abuya menamakan
majelis ini dengan :
سفينة السلام والنجاح
Sehingga
saya menamakan satu pengajian di Medan dan sekitarnya dengan nama safinatussalamah.
Setelah Abuya menyampaikan maksud dan tujuan majelis ini dengan rinci, lalu Abuya
menyerahkan kepada para hadirin untuk dapat menyusun struktur organisasi Darussalam.
Seterusnya Abuya meninggalkan majelis, dan majelis mulai menyusun dan
menetapkan struktur organisasi, yang terdiri dari :
a.
Pimpinan
Tertinggi Darussalam : AbuyaSyekh H. Muhammad Waly Al Khalidi
b.
Wakil
Pimpinan Darussalam : Tgk. Muhammad Yusuf Alami
c.
Sekretaris Darussalam
: Tgk. Idrus Abd. Ghani
d.
Ketua Dep.
Keamanan : Tgk. Keumala
e.
Ketua Dep.
Pendidikan : Tgk. Abdullah Tanoh Mirah
f.
Ketua Dep.
P.U. : Tgk. Basyah Lhong
Pengamat Darussalam yang terdiri dari beberapa tokoh masyarakat, antara
lain :
1.
Tgk. Nyak
Diwan
2.
T. Ramli
Akasyah (Widana)
3.
Tgk. Adnan
Bakongan
4.
T. Usman
(Camat)
Dan didukung oleh beberapa orang tokoh lainnya. Sedangkan departemen
lain disempurnakan kemudian.
Setelah struktur organisasi dibentuk dan ditetapkan, lalu Abuya kembali
masuk ruangan majelis untuk mengesahkan keputusan majelis tersebut. Usaha ini
bertujuan unyuk mengangkat keberadaan Darussalam di tengah-tengah masyarakat
kaum muslimin.
KUNJUNGAN GURBERNUR
Sekitar awal tahun 1954 Gubernur Sumatera Utara (Medan) Mr. S.M. Amin,
Residen Aceh Abd. Razak dan pembesar-pembesar daerah dengan dideking oleh
sebuah kompi Brimob mengunjungi Darussalam. Setibanya gubernur dan rombongan di
pintu gerbang Darussalam, kami dan rakyat sekitarnya telah siap menunggu
kedatangan rombongan gubernur dengan upacara sambutan ala Darussalam.
Seterusnya kami persilahkan gubernur dan rombongan untuk mengambil tempat di
kursi yang telah kami sediakan, sedangkan
di antara gubernur dan residen tersedia kursi yang masih kosong,
kemudian saya (Tgk. Keumala) menjemput Abuya untuk menghadiri majelis.
Setibanya Abuya di pintu ruangan, saya berseru: “Dengan hormat para undangan
berdiri!”. Abuya masuk ruangan. Setelah Abuya menyalami gubernur dan residen,
“para undangan mohon duduk kembali!”. Seterusnya majelis dibuka oleh Nyak
Diwan. “Bapak Gubernur dipersilahkan!”...
Inti sari pidato gubernur :
“Pemerintah sangat bersedih hati dan prihatin atas meletusnya peristiwa
DI/TII di Aceh ini, yang telah banyak menelan korban, baik harta benda dan
nyawa maupun sarana dan prasarana lainnya. Oleh karena itu marilah kita
bersama-sama bahu membahu berusaha untuk menciptakan keamanan dan kedamaian,
sehingga kita dapat melaksanakan tugas sehari-hari yang menyangkut dengan agama
dan negara. Seterusnya atas nama pemerintah gubernur menyampaikan rasa terima
kasih yang sebanyak-banyaknya kepada Abuyayang telah memberikan sumbangsih yang
sebesar-besarnya kepada terciptanya kembali keamanan di daerah aceh khususnya
dan daerah-daerah lain pada umumnya di indonesia.
Demikian gubernur.
Abuya dipersilahkan!
Intisari kata sambutan Abuya:
“Peristiwa Aceh yang dahsyat itu berasal dari salah penafsiran nash
qur’an dan hadits oleh para ulama-ulama yang telah mendukung peristiwa
tersebut, oleh karenanya andaikata para ulama-ulama itu dapat didatangkan atau
datang ke Darussalam ini, insya allah saya akan dapat memberikan penafsiran
yang benar tentang hukum peristiwa yang sedang bergejolak”.
Demikian Abuya.
Seterusnya para hadirin beristirahat sambil minum teh, lala saya
mendekati gubernur memohon kepadanya atas nama Abuya dan ribuan murid di Darussalam
supaya didirikan sebuah kantor pos pembantu di labuhan haji, demi kemudahan kami tentang urusan pos. Gubernur menjawab :
“Ya! Saya terima dan saya laksanakan.” Itulah kantor pos labuhan haji. Akhirnya
gubernur dan rombongan meninggalkam Darussalam.
UNDANGAN PRESIDEN
Tidak lama setelah gubernur mengunjungi Darussalam Abuya diundang aoleh
presiden RI I Soekarno ke Jakarta, kami rasa undangan ini sangat rapat
hubungannya dengan isi kungjungan gubernur ke Darussalam. Rupanya undangan in
bukan saja kepada Abuya akan tetapi undangan yang sama ditujukan kepada
tokoh-tokoh ulama yang di daerah masing-masing ada peristiwa yang sama,
sekalipun tidak serupa. Di antara tokoh ulama aceh yang diundang antara lain Abuya
sendiri, Abu Hasan Krueng Kalee dan beberapa orang pengikutnya. Berangkatlah
mereka melalui bandara Polonia Medan yang mana saya sendiri (Tgk. Keumala)
ikut mengantarkan mereka ke bandara.
Setibanya di Jakarta Abuya menemui puluhan tokoh-tokoh ulama daerah yang
diantara lain dari Padang, Jawa Barat, Maluku, dan lain-lain. Setelah berkumpul para ulama-ulama di istana
negara, lalu presiden mennyatakan selamat datang dan menyampaikan maksud dan
tujuan undangannya. Presiden berkata : “Saya meminta kepada para ulama yang hadir
untuk merumuskan nama keberadaan dan kedudukan saya sebagai Presiden RI.”
Lalu para ulama merumuskan dan sepakat atas usulan Abuya dengan nama :
اول
الامر صرورة بالشوكة
Setelah memutuskan
nama yang telah disepakati, lalu Abuya sebagai ketua majelis melaporkan kepada
presiden, dan presiden mengucapkan terima kasih. Akhirnya para ulama
meninggalkan istana menuju ke daerahnya masing-masing. Dan kepada abauya
khususnya presiden menghadiahkan satu unit mesin listrik bertenaga tinggi,
mesin itu dimuatkan di Medan melalui Gubernur Sumatera Utara ke dalam sebuah
kapal laut. Abuya, bupati Aceh Selatan (Kamarusyid) dan saya sendiri (Tgk.
Keumala) ikut bersama-sama melalui laut menuju Aceh. Inilah satu-satunya mesin
listrik di daerah Labuhan Haji Aceh Selatan.
PENGAKUAN ULAMA
Tgk. H. Muhammad Ali Cumat Keumala meriwayatkan sebagai berikut : Pada akhir
tahun 1950 diadakan sebuah forum perdebatan besar di Masjid Raya Kuta Raja
(Banda Aceh) yang diadakan oleh panitia masjid, ulama-ulama yang hadir dalam
forum tersebut terdiri dari kaum ulama tua di satu pihak dan ulama muda di
pihak yang lain, sedangkan masalah yang diperdebatkan terdiri dari 9 masalah
termasuk bilangan rakaat shalat tarawih. Di pihak ulama kaum muda muncullah
Tgk. M. Hasbi Ash Shiddiqy untuk mengemukakan satu demi satu masalah yang
diperdebatkan, lalu ulama kaum tua dipersilahkan untuk menanggapinya. Demikian
seterusnya perdebatan berlalu di antara mereka selama beberapa malam, dalam
pada itu hujjah dari ulama kaum tua mulai melemah sekalipun prinsipnya masih
kuat. Akhirnya muncullah Abuyauntuk menanggapi keseluruhan masalah yang
diperdebatkan dengan memberikan dalil dan nash yang cukup pada tiap
permasalahan, dan Abuyamenerangkan asal usul perselisihan seraya beliau
menunjuki orang-orang yang mendalangi timbulnya perselisihan.
Kemudian Tgk. Hasbi memberikan komentarnya :
“Saya tidak berdebat dengan Tgk. H. Muhammad Waly, akan tetapi saya
ingin mengetahui apakah ia seorang alim?, ternyata memang ia seorang alim yang
bijaksana.” (Demikian riwayat Tgk. Muh. Ali Cumat). Di samping itu perlu
dicatat bahwa ulama yang hadir merasa kagum dan mengakui akan kealiman Abuyameskipun
tidak diucapkan, kecuali Abu Hasan Krueng Kale yang mengucapkan langsung bahwa
Tgk. H. Muda Waly sangat alim. (Tambahan Tgk. Ali Cumat).
KUNJJUNGAN ULAMA INDIA
Salah
seorang ulama besar India berkebangsaan Pakistan mengunjungi Darussalam sekitar
awal tahun 1953. setibanya ulama ini di Darussalam keesokan harinya ikut
bersama-sama kami ke ruangan Bustanul Muhaqqiqin untuk menerima pelajaran yang
diberikan Abuya melalui kitab Tuhfatul Muhtaj. Abuya masuk ruangan, pelajaran
dimulai dengan Abuya sendiri membaca kitab. Kami memperhatikan surah kitab yang
dikemukakan Abuya pada hari itu memang sangat tinggi dengan cara
mengkombinasikan hasil pendapat Ibnu Hajar dalam surah Tuhfah dengan pendapat
Muhammad Syarwani dalam hasyiah pertama Tuhfah dan dihubungkan pula dengan
pendapat Ibnu Qasim pada hasyiah kedua Tuhfah. Kemudian Abuya dapat
mentaqrirkan dan mengeluarkan pendapatnya sehingga merupakan sebuah bentuk
hasyiah yang lain dan langsung Abuyamenulis dengan tangannya pada lembar kosong
kitab Tuhfah yang ada di hadapannya. Dan pada tiap-tiap akhir pendapatnya Abuya
menulis: (انتها ابن سالم)
(Abuya sendiri). Saya
memperhatikan dengan sungguh-sungguh sikap ulama ini yang duduk tidak jauh
dengan saya, bahwa ia merasa kagum atas pembahasan yang diuraikan Abuya pada
setiap masalah yang dibacakan. Pada akhir majelis Bustan ulama tersebut sempat
memberikan kata pengakuannya. Dikatakan: “Saya telah mengelilingi negara-negara
Islam di Asia Tengah dan Asia Tenggara, dari Pakistan, Mesir Makkah, Madinah,
Yordania, Malasyia, Indonesia, tidak pernah saya dapati kitab Tuhfah karangan
Ibnu Hajar ini yang dijadikan sebagai mata pelajaran di universitas
negara-negara tersebut, kecuali di Darussalam inni. Dan saya belum pernah
mendengar pembahasan kitab ini setinggi pembahasan yang saya peroleh di dalam
Bustanul Muhaqqiqin ini. Syukran!
Akhirnya
ulama ini meninggalkan Darussalam.
KUNJUNGAN K.H. SIRADJUDDIN ABBAS
Seiringan
dengan kunjungan ulama India, Darussalam dikunjungi pula oleh seorang ulama
besar, pengarang ulung dan Ketua Umum PERTI seluruh Indonesia dari Padang.
Setibanya di Darussalam Abuya menyambut K.H. Siradjuddin ini sebagaimana abang
menyambut adiknya yang tersayang, demikian pula K.H. Siradjuddin menghadapi Abuya
laksana seorang adik menghadapi seorang abangnya yang tercinta, sekalipun K.H. Siradjuddin
jauh lebih tua usianya dari Abuya. Demikian pula tidak luput dari perhatian
saya pada saat temu ramah dan muzakarah tentang masalah agama yang seharusnya
diterapkan ke dalam partai PERTI terlihat dalam suasana ringan dan santai.
Tidak
lama kemudian berkunjung pula seorang ulama terkenal dari Padang yaitu Abuya Labai
Sati. Kunjungan Abuya Labai Sati ke Darussalam Abuyasambut sebagaimana murid
yang disayangi dan Abuya selalu menghormatinya dalam segala sausana.
Berselang
beberapa tahun kemudian Abusyik Keumala sempat juga mengunjungi Darussalam
menemui Abuya dengan penuh khidmat, dan dihormati Abuya sebagai guru besarnya.
Selanjutnya Abusyik dalam sebuah pertemuan dengan Abuya menyodorkan kitab Hikam
yang memang sudah disediakan untuk dibaca Abuya sebagai mengambil berkat. Abuya
membacakan kitab tersebut satu jumlah kalimat pada awalnya dan satu jumlah
kalimat pada khatamnya dan Abuya berdo’a. Setelah Abusyik Keumala meninggalkan Darussalam,
sampai di kampung Abusyik mengatakan kepada semua keluarganya yang berkkumpul :
“Waktu saya melihat Tgk. H. Syeikh Muda Waly seakan-akan saya melihat sebuah
gedung yang penuh dengan bermacam-macam intan mutiara di dalamnya.” Demikian
ucapan Abusyik Keumala terhadap Abuya.
SAYA MENGETAHUI TAPI TIDAK BERANI BERTANYA
Pada
setiap tahun selama saya di Darussalam saya melihat sewaktu selesai shalat Idul
Fitri dan khutbahnya, diadakan sebuah acara ketangkasan pencak silat yang
dilakukan pasangan panglima-panglima yang tangguh. Dan ditengah-tengah kumpulan
massa penonton sudah disediakan meja dan sebuah kursi untuk Abuya dan di
hadapannya terletak sebuah kitab. Tidak jauh dari Abuya, saya duduk untuk
memperhatikan sikap Abuya, apabila suasana aksi pencak silat sudah memuncak dan
semakin seru serta perhatian penonton tertuju pada aksi pencak silat itu, dan
saya memusatkan perhatian terhadap Abuya ternyata Abuya bimbang dengan dirinya
sendiri dan bukan dengan aksi pencak silat itu.
MANDI ABUYA
Pada
setiap pertengahan bukan Syawal Abuya turun mandi ke sungai Krueng Baru sekitar
kampung Pante Geulima, sedangkan masyarakat tua muda laki-laki dan perempuan
telah mengetahui ketentuan acara ini melalui informasi tanya bertanya. Tepat
pada waktu acara dilaksanakan pantai Krueng Baru sudah penuh dengan masyarakat
sejak dari jam 8.00 sampai Abuya masuk menghadiri acara tersebut. Sekitar jam
10.00 Abuya hadir ke tempat acara. Dan Abuya duduk di atas kursi di bawah tenda
yang telah disediakan dan di hadapannya sudah terletak sebuah kitab di atas
meja. Acara dimulai dengan permainan pencak silat sepanjang panjang pantai
dengan penuh meriah yang disaksikan oleh ribuan warga sekitar Labuhan Haji. Dan
saya perhatikan Abuya sibuk membuka kitab dan membolak balikkan lembarannya,
sedikitpun tidak nampak perhatiannya kepada keramaian masyarakat yang ada di
hadapannya, akan tetapi Abuya
(شغل بنفسه), seterusnya acara makan
dimulai dan mandi Abuya dilaksanakan sekaligus masyarakat yang hadir ikut mandi
bersama, dan berakhirlah acara ini sampai menjelang waktu shalat zhuhur.
(tempat pemandian laki-laki dan perempuan terpisah).
CINCIN ABUYA
Pada
jari manis tangan kanan Abuya terselip sebuah bentuk cincin suasa yang berbunga
segi empat bujur. Cincin ini bukan saya yang melihatnya akan tetapi saya yakin
semua murid sudah pernah menyaksikannya. Pada suatu yang senggang saya ingin
bertanya tentang cincin itu tetapi tidak memungkinkan. Hal ini kecil pada luas
pembahasannya.
SAYA MENGETAHUI DAN BERANI BERTANYA
Pada
tangan Abuya selalu kami melihat tersangkut buah tasbih yang tampaknya sebagai
amal lazim baginya, sehingga tidak pernah ditinggal bahkan saat menghadap
presiden kecuali pada waktu shalat waktu mengajar, waktu makan, waktu zikir
khusus, dan waktu mandi. Dan kami tidak pernah melihat Abuya memegang parang
atau cangkul untuk membersihkan halaman rumah tangganya, dan tidak memegang
martel atau gergaji untuk memperbaiki dinding rumahnya. Kami kira Abuya tidak
memegang benda yang lain karena ia takut tertinggal buah tasbihnya. Pada suatu
waktu senggang saya memberanikan diri untuk bertanya: “Abuya? Apakah hikmahnya
kita selalu memegang buah tasbih?” Abuya menjawab dengan senyum manis: “kalau
kita memegang pena teringat apa yang kita tuliskan, kalau kita memegang pedang
teringat apa yang akan kita pancungkan dan kalau kita memegang buah tasbih
teringat zikir apa yang akan kkita ucapkan.” Saya menjawab: “Alhamdulillah,
jelas Abuya.”
SAYA MENGETAHUI AKAN TETAPI KEPADA SIAPA SAYA BERTANYA
Sebagaimana
saya mengetahui di pantai laut sebelah selatan batasan Darussalam tertimbun
batu kerikil putih yang hampir sama ukurannya. Sejak Abuya mendirikan Darussalam
dan dengan batu itulah paya Darussalam ditimbun oleh ribuan murid
bertahun-tahun, karena kompleks Darussalam itu 25% daratan dan 75% lainnya
rawa-rawa. Kompleks Darussalam sudah tertimbun rata dan Abuyapun wafat, lalu
batu di pantai lautpun hilang semuanya. Pada tahun 1978 saya dan Tgk. H. Sayed
Zein Badrun serta keluarga ziarah Abuya ke Darussalam, langsung kami datang ke
pinggir laut dan melihat dengan takjub bercampur haru, dahulunya pantai batu
kini berganti menjadi kuala. Sekarang kepada siapa saya bertanya?
الله اكبر لاحول ولا
قوة الا بالله العلي العظيم
KHATIMAH
Wazhifah Abuya yang sangat
mulia ini saya orbitkan ke hadapan saudara-saudara sekalian, bukanlah
keterangan dan catatan dari orang lain, akan tetapi merupakan serangkaian
catatan emas di dalam kenangan saya sendiri yang Insya Allah tak akan
terlupakan untuk selama-lamanya. Memang jarak jauh waktu antara saya mu’asyarah
dengan Abuya dengan masa kini saya di Medan sudah lebih kurang 40 tahun, namun
kenangan saya terasa baru kemarin terpisah dengan abuya. Perhatikanlah. Kalau
kita ingin menyimpulkan seluruh kegiatan Abuya, maka ternyata tersimpan ke
dalam tiga pokok perjuangan, yaitu :
1.
Tuntut ilmu dan mengajar
dengan segala macam sistemnya
2.
Amar ma’ruf nahi mungkar
dengan segala macam teknisnya
3.
Ibadat, berzikir dan berdo’a
dengan segala macam kaidah dan kaifiyatnya.
Semua wazhifah Abuya yang
telah kita bicarakan merupakan wazhifah lahiriyah, sedangkan wazhifah
bathiniyah belum/tidak kikta bicarakan, seperti:
Syaja’ah Abuya, sabarnya,
tawakkalnya, tadarru’nya, zahidnya, ikhlashnya, idradnya, fahamnya,
istiqamahnya, dan wazhifahnya nafisah lainnya.
Oleh karena wazhifah ini ini
hanya allah SWT yang mengetahui dan yang menilainya.
Abuya sudah tiada ....
Dan Abuya sudah meninggalkan
contoh kepada kita semua
Mari kita ikuti jejak
langkahnya menurut kemampuan dan kelayakan yang ada pada kita.
Abuya sudah berangkat ...
Teungku Keumala berseru :
“Abuyaku!!..., Abuyakami...
Tunggulah kami!!..., kami
menunggumu...”
الفاتحة الشريفة Untuk abuya
Medan,
25 November 1997
H.
Syihabuddin Syah
Tgk.
Keumala
[1] Ruangan Bustan yang berukuran -/+ 8 x 9 meter, di dalamnya terletak
paling depan sebuah meja besar (1,5 x 1 meter) dan kursi pusing khusus untuk
Abuya, dan di depan meja Abuyaterdapat beberapa meja kecil dan kursi yang
tersedia untuk murid-murid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar