Jumat, 26 September 2014

SEJARAH THARIQAT NAQSYBANDIYAH



            Thariqat ini didirikan oleh Muhammad bin Muhammad Bahaauddin al-Uwaisy al-Bukhaari An Naqsyabandy (Hinduan ‘Arifan, Bukhara, Uzbekistan 717-791 H/1318-1389 M). beliau seorang tokoh sufi yang terkenal dan memiliki banyak pengikut di berbagai pelosok dunia Islam. Sebagai seorang tokoh sufi yang besar, dan pemimpin sebuah thariqat yang mempunyai banyak pengikut, beliau sangat dihormati dan dicintai, terutama oleh para muridnya.
            Beliau mendapat gelar “Syah”, yang menunjukkan posisinya yang penting sebagai pemimpin spiritual. Ia merupakan seorang tokoh yang sangat pandai melukiskan kehidupan yang ghaib-ghaib kepada para pengikutnya, sehingga ia dikenal dengan nama “Naqsyabandi”, (naqsyaband=lukisan). Kata awal Al-Uwaisy berhubungan dengan salah seorang tokoh sufi terkenal di masa sahabat, yaitu Uwaisy Al-Qarni, karena sistem tasawuf Naqsyabandy menyerupai sistem tasawuf tokoh besar ini. Di samping itu, menurut suatu riwayat, Naqsyabandy mempunyai hubungan keluarga dengan Uwaisy Al-Qarni. Karenanya ia juga dikatakan sebagai salah seorang keturunan Uwaisy Al-Qarni. Adapun kata Al-Bukhaari dinisbahkan dengan Bukhaara, tempat kelahiran dan wafatnya.
            Menurut kitab Jaami’ul Ushul, Naqsyabandy lahir dari keluarga dan lingkungan sosial yang baik. Kelahirannya disertai oleh kejadian aneh. Bahkan menurut suatu riwayat, jauh sebelum tiba waktu kelahirannya, sudah ada tanda-tanda aneh berupa bau harum semerbak di desa Hinduan. Bau itu tercium ketika Muhammad Baaba Assammasi (w. 740 H/1340 M), seorang wali besar dari Sammas tersebut. Ketika itu As-Syammaasy berkata: “Bau harum yang kita cium sekarang datang dari seorang laki-laki yang akan lahir di desa ini.”
            Sekitar 3 hari sebelum Naqsyabandy lahir, wali besar ini kembali menegaskan bahwa bau harum itu semakin semerbak. Perkataan ini mungkin menunjukkan bahwa tak lama kemudian bayi itu lahir.
            Setelah Naqsyabandy lahir, ia segera dibawa oleh ayahnya kepada Muhammad Baaba As-Syammaasy, yang menerimanya dengan gembira. As-Syammaasy berkata: “Ini adalah anakku, dan menjadi saksilah kamu bahwa aku menerimanya.”
            Naqsyabandy rajin menuntut ilmu dan senang menekuni tasawuf. Ia belajar tasawuf kepada Muhammad Baaba As-Syammaasy ketika ia berusia sekitar 18 tahun. Untuk itu, ia bermukim di Sammas. Ia belajar di situ sampai gurunya wafat. Sebelum tokoh besar sufi itu wafat, ia mengangkat Naqsyabandy sebagai khalifahnya. Naqsyabandy sendiri kemudian bertolak ke Samarqand setelah gurunya meninggal dunia, selanjutnya pulang ke Bukhara dan menikah di sana. Setelah itu ia pulang ke desa tempat kelahirannya.
            Naqsyabandy belajar ilmu thariqat kepada seorang quthub di Nasaf yaitu pada Amir Sayid Kulal Al-Bukhary (w. 722 H/1371 M). Amir Kulal adalah salah seorang khalifah Muhammad Baaba As-Syammaasy. Dari Amir Kulal inilah Naqsyabandy memulai silsilah thariqat yang didirikannya. Amir Kulal menerima thariqat tersebut dari Muhammad Baaba As-Syammaasy, yang menerimanya dari ‘Aziizan Ali Ar-Romitani (w. 705 H/1306 M atau 721 H/1321 M), dari Mahmud Anjir Faghnawi (w. 643 H/1245 M atau  670 H/1272 M), dari Arif Riwghary atau Arif Riukiry (w. 675 H/1259 M), dari Abdul Khaliq Ghujdawany, dari Abu Ya’qub Yusuf al-Hamadany, dari Abu Fadhl bin Muhammad At-Thusy Al-Farmady, dari Abu Hasan Ali bin Ja’far Al-Kharqaany, dari Abu Yazid Al-Bisthaamy (188-264 H/2061 M), dari Imam Ja’far As-Shadiq (w. 148 H), dari Qaasim bin Muhammad Abu Bakar As-Shiddiiq, dari Salman Al-Farisy, dari Abu Bakar As-Shiddiiq, yang menerimanya dari Rasulullah SAW. Rasulullah SAW sendiri menurut silsilah ini mengambil thariqat (dzikir) tersebut dari Jibril, yang menerimanya dari Allah SWT.
            Meskipun tersusun rapih dari Naqsyabandy sampai kepada Rasulullah SAW, silsilah tersebut tidak terlepas dari kritik, karena beberapa nama dalam silsilah itu ternyata tidak saling berjumpa secara fisik. Abu Yazid Al-Bishtaamy tidak berjumpa dengan Imam Ja’far As-Shaadiq karena ia lahir (188 H) sekitar 40 tahun sesudah wafatnya Kharqaany juga tidak bertemu dengan Abu Yazid Al-Bhistaamy, sebab ia lahir sesudah Abu Yazid Al-Bisthaamy.
            Kenyataan dari fakta sejarah ini diakui pengikut thariqat Naqsyabandiyah, tetapi mereka hal itu tidak menjadi masalah. Menurut mereka thariqat (dzikir) itu diterima melalui pertemua rohani Ja’far As-Shaadiq dengan Ali Al-Kharqaany ataupun dengan Abu Yazid Al-Bisthaamy. Bagi kalangan pengikut thariqat, pertemuan semacam ini diakui, dan tidak menjadi masalah tidak mesti melalui perjumpaan fisik.
            Meskpin Naqsyabandy belajar tasawuf dari Muhammad Baaba, dan thariqat yang diperolehnya dari As-Syammaasy, namun thariqat Naqsybandiyah tidak persisi sama dengan thariqat As-Syammaasy. Dzikir thariqat Muhammad Baaba As-Syammaasy diucapkan dengan keras, sementara thariqat Naqsyabandiyah lebih menyukai dzikir tanpa suara.

Dzikir Naqsyabandiyah sama dengan dzikir thariqat ‘Abdul Khaliq  Al-Ghujdawaany (w. 1220), salah seorang khalifah Abu Ya’qub Yusuf Al-Hammadany (w. 535 H/1140 M). Menurut salah satu riwayat, ‘Abdul Khaliq Al-Ghujdawaany mengamalkan pendidikan Uwaisy Al-Qarni. Karena itulah sistem tasawuf Naqsyabandy menyerupai sistem tasawuf Uwaisy Al-Qarni.
Sekian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar